Translate

Sabtu, 23 April 2016

Probiotik HCS - Managemen Pemeliharaan Budidaya Ikan Pola HCS - AndreBisa

Tahap pemeliharaan ikan yang perlu diperhatikan:
1. Penyiapan Lahan
Penyiapan Lahan untuk memelihara 5000 ekor, kolam yang di butuhkan adalah berukuran 4 x 6 m, ukuran ini termasuk kapasitas yang paling ideal karena ikan mempunyai ruang gerak yang cukup melakukan kelangsungan hidupnya dan cukup untuk menampung bahan pakan organik yang telah diproses menjadi pakan berbentuk plankton.

2. Penyiapan Pakan
Sesudah persiapan kolam selesai tahap berikutnya adalah penyiapan membuat pakan, ada beberapa tahapan membuat pakan ikan mulai dari awal sampai panen:
1. Cara membuat Plankton untuk ikan sampai umur 29 hari.
Cara petama :
§  Dedaunan/sayur limbah            10%
§  Feses                                                   90%
§  SOC HCS                                        ¼ botol
§  Buat sebanyak 6 sak lalu di fermentasi selama 24 jam
§  Masukan 6 sak ke dalam air kolam selama 15 hari dengan ketinggian air 30 cm.
§  Sesudah bibit di masukan, air ditambahkan sebanyak 20 cm.
Cara kedua :
§  Siapkan jerami padi                       10 Kg
§  Siapkan feses Kambing HCS      15 Kg
§  Masukan dalam karung plastik/glangsing.
§  Siram dengan SOT HCS sebanyak 3 tutup botol yang sudah di beri gula pasir.
§  Ikat rapat karung tersebut.
§  Fermentasi selama 24 jam
§  Letakkan di 6 titik dalam kolam.
§  Aliri air setinggi 30 cm. Dan biarkan selama 15 hari.
§  Benih siap dimasukan.

Catatan:
*Sebelum memasukan bibit, terlebih dahulu buatlah rebusan daun sirih secukupnya, biarkan dingin, tambahkan gula pasir 1 sdm, tambahkan BIO POWER HCS, SOC HCS 1 tutup/2 m³ air. Diamkan selama 15 menit lalu masukan dalam air kolam dan benih siap di masukan.
*Jangan gunakan feses yang belum menggunakan pola HCS (belum makan/minum SOC).

2. Cara membuat pakan ikan dari umur 30 hari sampai panen.
a. Cara membuat pelet ikan
§  Siapkan terpal
§  Feses kambing HCS       55%
§  Bekatul                                 24%
§  Ampas tahu                        20%
§  Tepung ikan                       1%
§  SOC HCS                                          10 tutup/100kg
§  Di fermentasi 24 jam
§  Di bentuk Granul
§  Keringkan.
b. Cara membuat belatung untuk pakan ikan:
§  Gedebog pisang               50%
§  Ampas tahu                       50%
§  SOC HCS                                             20 tutup/100kg
§  Air secukupnya (kondisi memel)
§  Ditutup selama 12 jam

Itulah cara pemeliharaan beternak ikan pola hcs dengan biaya murah, tanpa membeli pakan/pelet pabrikan, kita bisa mengolah sendiri membuat pakannya, dengan pakan organik seperti ini, ikan akan cepat bertambah besar dan lebih gurih rasanya dari ikan yang makan pakan pabrikan.
Siapa yang mau mencoba beternak ikan dengan pola HCS, kami siap memandu, silakan menghubungi di kontak kami Stockist HCS, besar harapan kami mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi semua.

Salam Sehat Mandiri success…

Selasa, 19 April 2016

Kisah Sukses - Suharsono, Berkubang di Kolam Gurami - AndreBisa

Suharsono, Berkubang di Kolam Gurami
Dari pemikiran sederhana mengubah kubangan air menjadi kolam ikan, Suharsono berhasil menyakinkan warga Desa Jambidan, Kecamatan Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk menggeluti bisnis perikanan sejak beberapa tahun terakhir. Ide kolamisasi kubangannya itu juga mendapat perhatian pemerintah setempat. Bapak empat anak ini mendapat penghargaan Kalpataru kategori penyelamat lingkungan.

Dalam benak saya waktu itu, kubangan sudah sangat mirip kolam. Kami tidak perlu menggali lagi, tinggal dibenahi sedikit dengan menambah pagar. Maka, jadilah kolam ikan,” tutur Suharsono.

Desa Jambidan dikenal sebagai produsen batu bata. Sebagian besar warganya menggantungkan hidup dari usaha ini. Untuk bahan baku, warga memanfaatkan tanah liat di areal persawahan produktif. Akibatnya, banyak kubangan yang ditinggalkan. Apabila musim hujan tiba, kubangan itu hanya menjadi sarang nyamuk.

Sebagai warga asli Desa Jambidan, kondisi tersebut membuat Suharsono resah. Meski saat itu masih menjadi Duty Manager di Hotel Inna Garuda, Yogyakarta, Suharsono menyisihkan sebagian waktu untuk membudidayakan ikan. ”Awalnya saya melakukannya sendiri. Setelah cukup yakin dengan analisa ekonomi usaha perikanan, saya baru mengajak warga lain,” ceritanya.

Pada tahap awal Suharsono berharap warga mau memanfaatkan kubangan-kubangan yang ditelantarkan itu menjadi kolam ikan. Namun, untuk jangka panjang, ia ingin mengajak warga meninggalkan aktivitasnya sebagai perajin batu bata karena kesejahteraan sudah bisa mereka peroleh dari bisnis perikanan.

Berdasarkan data Kantor Desa Jambidan, 70 persen lahan sawah atau seluas sekitar 5 hektar sudah digali untuk membuat batu bata. Jika kondisi ini terus dibiarkan, luas lahan pertanian produktif akan semakin berkurang. ”Sudah berkali-kali warga diajak kembali ke pertanian, tetapi selalu menolak karena tidak menguntungkan,” katanya.

Aktivitas pembuatan batu bata berawal sekitar 15 tahun lalu. Ketika itu harga sawah di Desa Jambidan hanya Rp 25.000 per meter persegi. Rendahnya harga tersebut membuat masyarakat setempat memilih menggali tanah dan memanfaatkannya menjadi bahan batu bata. Akibatnya, kubangan pun bertebaran di mana-mana.

Industri batu bata memang menggiurkan. Untuk lahan sawah seluas 1 meter persegi dihasilkan 1.500 batu bata atau senilai Rp 150.000. ”Jadi, meski dibiarkan, petani tidak akan rugi. Mereka bahkan menganggap lahannya sudah tidak ada atau telah terjual karena hasil yang diperoleh jauh di atas harga lahan. Kalaupun mau ditanami padi, hasilnya tidak seberapa. Setiap meter persegi paling banter dapat 4 kilogram beras atau setara Rp 16.000,” katanya.

Ide awal
Awalnya, ide Suharsono itu mendapat tentangan dari warga. Ia dianggap aneh. Usahanya mengembangkan budidaya ikan gurami hanya dipandang sebelah mata. Mereka tidak percaya usaha Suharsono akan sukses. ”Pada tahap awal saya sengaja tidak langsung mengajak mereka. Saya ingin membuktikan dulu kalau budidaya gurami itu lebih menguntungkan dibandingkan membuat batu bata,” katanya.

Pasar batu bata sangat tergantung pada musim. Misalnya, saat banyak kegiatan pembangunan fisik, kebutuhan batu bata pun melonjak. Sebaliknya, kalau proyek fisik sepi, penjualan batu bata akan menurun. Hal itu berbeda dengan ikan gurami yang pasarnya selalu ada dan tidak perlu mencari-cari karena pembeli datang dengan sendirinya. ”Kebutuhan ikan gurami untuk wilayah DIY sangat tinggi dan belum bisa dicukupi oleh petani ikan lokal. Sebagian pengusaha restoran masih mendatangkan (gurami) dari luar daerah. Kalau peluang itu bisa dibaca petani ikan, semangat mereka pasti tergugah,” katanya.

Prediksi Suharsono tidak meleset. Setelah usahanya sukses, warga dengan sendirinya mengikuti jejaknya. Suharsono pun lebih antusias mengembangkan usaha budidaya ikan di desanya. Begitu memasuki masa pensiun dari Hotel Inna Garuda Yogyakarta, dia membentuk kelompok petani ikan bernama Minoraharjo.

Pengalaman Suharsono sebagai pegawai hotel pun tidak disia-siakan. Ia bersama dengan kelompok Minoraharjo membentuk usaha pemancingan dan restoran. Selain untuk fungsi komersial, pondok pemancingan itu sekaligus menjadi sekretariat kelompok.

Berdiskusi
Kecintaan Suharsono pada dunia perikanan berawal dari kebiasaannya berdiskusi dengan kawan-kawan. Sejak awal ia menyukai bisnis karena sifatnya lebih menantang dibandingkan dengan kerja kantoran yang relatif monoton. ”Dari perbincangan dengan teman-teman, saya menyadari usaha perikanan sangat menguntungkan bila dilihat dari analisa ekonomi. Risikonya memang besar, tetapi untungnya juga besar,” katanya.

Jasa Suharsono dalam menyulap kubangan menjadi kolam gurami, membuat pemandangan di Desa Jambidan berubah. Belakangan, nyaris tak ada lagi kubangan yang dibiarkan terbengkalai. Semuanya dimanfaatkan untuk pembibitan dan budidaya gurami. Untuk pembibitan dibutuhkan kedalaman kurang dari 1 meter dan guna budidaya minimal 1 meter. Kesejahteraan warga desa juga meningkat sehingga pekerjaan menggali tanah liat untuk batu bata mulai ditinggalkan.

Pascagempa, para petani ikan sempat tergiur untuk memproduksi batu bata kembali. Pasalnya, kebutuhan batu bata waktu itu sangat tinggi. Sejumlah warga kembali menekuni ”profesi” lama. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi pengurus kelompok. ”Kami sempat kesulitan meyakinkan mereka untuk kembali ke perikanan. Namun, berkat usaha keras, mereka percaya dengan argumentasi kami,” tuturnya.

Keseriusan para petani dalam mengembangkan pembibitan dan budidaya ikan juga mendapat dukungan pemerintah desa setempat, dengan memberikan lahan kas desa seluas 2,5 hektar untuk dikelola menjadi kolam. Lahan itu bisa dibuat menjadi 150 buah kolam, tetapi sampai sekarang belum ada investor yang tertarik. ”Saya berharap ada investor yang tertarik menanamkan investasi untuk budidaya gurami di sini. Selama ini kami masih kewalahan memenuhi permintaan pasar karena keterbatasan modal,” kata Suharsono.
Sumber : Kompas.com

Artikel2 Good terkait ikan Gurami:

KISAH SUKSES - Kuswanto, Sukses Bisnis Budidaya Gurami Di Setiap Musim - AndreBisa

Pesona bisnis budidaya ikan gurami tetap menggoda pengusaha perikanan. Harganya yang stabil, peminatnya juga sangat banyak. Sehingga jumlah permintaan di pasaran selalu saja tinggi. Menangkap potensi ini, Kuswanto Wijiadhi getol mendalami dan membudidayakan gurami.
“Saya mencoba budidaya ikan gurami di setiap musim, dan itu ternyata berhasil. Karena ikan ini sebenarnya rawan mati mengingat musim yang tidak menentu,” kata Kuswanto.
Hasil gambar untuk kisah sukses usaha ikan gurame
Dari berbagai percobaan yang Kuswanto lakukan untuk bisa mengembangan budidaya gurami, pada akhirnya warga Karangnanas Purwokerto ini menemukan cara yang tepat untuk melakukan pembenihan hingga pembesaran. Bahkan budidaya miliknya terbilang berhasil terbukti dengan 97 persen ikan yang hidup dalam satu periode.
Biasanya petani ikan bisa merugi karena banyak benih ikan yang mati. Setidaknya 50 persen yang hidup itu terbilang berhasil. Ia melakukan pembenihan saat masih berwujud telur hingga yang sudah besar untuk diperjual belikan. Bisnisnya ini sudah dipasarkan hingga ke luar kota. Yang paling jauh sampai di Tulungagung.
Diceritakan, Kuswanto mengawali pembenihan sejak tahun 2008 lalu. Dengan bermodal dua kolam di dekat rumahnya, kini ia sudah bisa mengembangkan hingga memunyai tujuh kolam tanah dan delapan kolam terpal gurami. Bahkan Kuswanto juga memunyai laboratorium sendiri di rumah untuk pembenihan. Mengingat gurami tidaklah mudah untuk dibudidayakan namun sangat potensial sebagai ladang berbisnis.
Banyak cara yang dilakukannya selama mengawali usaha ini. Bahkan ikannya juga sering mati karena berada pada suhu yang tidak sesuai. Setelah ia menemukan teknik tersendiri maka kendala ini bisa dicarikan solusinya. Ia menerapkan teknologi rekayasa suhu sehingga pembenihan ikan tidak mengenal musim.
Setelah usaha ini berkembang dan bisnisnya juga telah mapan, Kuswanto ingin menularkan juga kepada masyarakat. Ia ingin memanfaatkan lahan potensial yang ada di Karangnanas sehingga dapat mengantarkan desa ini sebagai sentra budidaya gurami. Mengingat teori yang didapatnya ini tidak dimiliki orang lain.
Untuk pemasaran, kata Kuswanto, melayani langsung di rumahnya yang ada di Grumbul Wadasmalang RT 2/7 Desa Karangnanas. Di sini pembeli bisa menyaksikan langsung proses pembenihannya di laboratorium dan di kolamnya. Sedangkan yang sudah besar akan dibawa ke Desa Beji yang dikenal dengan desa ikan.
Kuswanto mengatakan, demi mendapatkan kepercayaan dari masyarakat ia memberikan garansi apabila pembeli mendapatkan ikan yang tidak sehat. “Kalau beli terus dibawa ke rumah dan sampai di rumah ternyata ikannya nggleleng, kami siap mengganti berapa pun jumlahnya,” kata Kuswanto.

Untuk ikan yang masih dalam proses pembenihan di jual mulai dari harga Rp 115 yang besarnya masih seperti ukuran gabah. Sedangkan yang sudah besar kata dia bisa dijual dengan kiloan seperti pasaran pada umumnya. (Sumber : Satelit News)

Artikel2 Good terkait ikan Gurami: